Kamis, 28 Maret 2013

Al-Jami’ al-Sahih: Karya Fenomenal al-Bukhari di Bidang Hadis

Download versi pdf


I. Pendahuluan


Di masa awal Islam tidak banyak orang yang mencatat hadis. Segala informasi terkait hadis Rasulullah Ṣalla Allah ‘Alayhi Wa Sallam umumnya tersimpan dalam ingatan dan ditransmisikan secara verbal. Penghimpunan hadis dan penyusunan secara berbab-bab terjadi pertama kali pada masa tabi’in, ketika ulama sudah tersebar di berbagai daerah dan mulai muncul bid’ah dari sekte-sekte Islam. Di antara orang-orang yang pertama kali menghimpun hadis adalah Sa’īd ibnu Arūbah dan Rabī’ bin Ṣabīh. Mereka telah menyusun hadis dalam bab-bab.


Generasi berikutnya membukukan hadis sesuai dengan bab-bab fikih, tetapi masih tercampur dengan pendapat sahabat dan tabi’in. Termasuk dalam generasi ini adalah Malik bin Anas dengan karyanya al-Muwaṭṭa`. Di samping anas terdapat nama Ibnu Juraij di Makkah, Abu Umar dan Awzāiy di Syam, Sufyan al-Thawry di Kufah, Hammad bin Salamah di Bashrah.


Pola penggabungan hadis dengan pendapat sahabat dan tabi’in rupanya tidak memuaskan gengerasi berikutnya, Mereka mencoba membukukan hadis sesuai urutan nama sahabat, atau disebut musnad. Di antara ulama yang membukukan hadis musnad adalah Ubaidilah bin Musa, Musaddad bin Musarhad, Nu’aim bin Muhammad dan Ahmad bin Hanbal. Pada masa ini nyaris tidak ada seorang penghafal hadis yang tidak membukukannya secara musnad.


Metode kodifikasi hadis mengalami pembaruan lagi ketika Bukhari mencoba mengikuti jalam Malik bin Anas dalam membukukan hadis dengan beberapa perubahan. Seperti Malik bin Anas, Bukhari hanya memasukkan hadis sahih dan disusun sesuai bab-bab fikih, tetapi Bukhari mencoba memurnikannya dari pendapat sahabat dan tabi’in. Dapat dikatakan bahwa perubahan fenomenal metodologi pembukuan hadis dilakukan oleh Bukhari dengan karyanya al-Jāmi’ al-Ṣahīh .


Sebagai karya fenomenal sudah sepatutnya jika al-Jāmi’ al-Ṣahīh mendapat perhatian besar dari para ulama. Berbagai buku, disertasi dan karya ilmiah sudah banyak dilahirkan untuk mengkaji al-Jāmi’ al-Ṣahīh dari berbagai aspek. Makalah ini mencoba menyajikan beberapa aspek dalam al-Jāmi’ al-Ṣahīh secara singkat.


II. Bukhari dan Karya fenomenalnya


A. Biografi Bukhari[1]


Ia adalah Abu Abdillah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin al-Mughīroh bin Bardizbah al-Ju’fiy al-Bukhāry. Nama Bardizbah diambil dari bahasa Bukhoro yang artinya Petani. Kakek buyutnya, al-Mughīrah, adalah seorang Majusy yang kemudian masuk Islam di tangan al-Yamān al-Ju’fiy. Jadi al-Ju’fiy adalah nama keluarga patron al-Mughīrah yang disematkan pada Bukhari[2]. Ayahnya, Isma’il, pernah belajar kepada Malik bin Anas, pendiri mazhab Malikiyah.


Bukhari dilahirkan di Bukhoro pada Jumat, 12 Syawwal 194 H bertepatan dengan 19 Juli 810 M[3] dalam kondisi yatim. Bukhari kecil sempat mengalami kebutaan, tetapi kemudian sembuh setelah ibunya bermimpi bertemu dengan Nabi Ibrahim ‘alyhi al-salām. Dalam mimpinya, Nabi Ibrahim ‘alyhi al-salām berkata, “Allah telah mengembalikan kepada anakmu penglihatannya, karena doa-doamu”.


Petualangan akademisnya dimulai sejak ia berusia 10 tahun. Dari daerahnya ia berguru pada Abdullah bin Muhammad, keturunan al-Yamān al-Ju’fiy yang menjadi patron al-Mughīrah, dan Muhammad bin Salam. Memasuki usianya yang ke 16, ia mulai melakukan lawatan ke berbagai daerah untuk menimba ilmu dan mengambil hadis dari ahlinya. Ia mengunjugi Balkha, Naisabur, Rayyu, Marwa, Baghdad, Bashrah, Kufah, Makkah, Madinah, Wasiṭ, Mesir, Damaskus, Himsa, Asqalan, dan Qaisariyah. Beberapa nama yang menjadi sumber hadis Bukhari adalah al-Humaydy di Makkah, Yahya bin Yahya di Naisabur, Abdurrahman bin Hammad di Bashrah, Kholid bin Makhlad di Kufah, Yahya bin Ma’in, Ali bin al-Madiny dan Ahmad bin Hanbal[4]. Sumber hadis Bukhari berjumlah 1080 (seribu delapan puluh) orang, yang kesemuanya adalah ahli hadis. Generasi tertinggi yang menjadi sumber hadis Bukhari adalah generasi yang meriwayatkan langsung dari generasi Tabi’in seperti Makki bin Ibrahim dan Abu Aṣim[5].


Kepiawaiannya di bidang hadis sudah terlihat sejak ia masih belia. Suatu hari seseorang sedang mengajarkan jalur sanad Sufyan bin Uyainah dari Abu Zubair dari Ibrahim al-Nakha’iy. Bukhari, yang saat itu berusia 11 tahun berkata, “Abu Zubair tidak pernah meriwayatkan dari Ibrahim”. Orang itu menghardiknya. Bukhari remaja berkata, “Lihat kembali sumbernya”. Orang itu masuk lalu keluar lagi sembari berkata, “Bagimana yang benar, hai bocah?”. Bukhari menjawab, “Yang benar Zubair bin Adiy dari Ibrahim”. Orang itupun mengambil pena dari Bukhari dan mengoreksi bukunya sambil berkata, “kamu benar”.


Suatu kali ketika berada di Baghdad para pakar hadis di kota tersebut menguji kehebatan Bukhari di bidang hadis. Mereka mengambil 100 hadis dan mengacak sanadnya. Setiap matan diberikan sanad dari matan lain. 100 hadis tersebut dibagikan kepada 10 orang untuk ditanyakan kepada Bukhari. Setiap kali ditanyakan hadis dengan sanad yang telah diacak tersebut, Bukhari selalu menjawab, “saya tidak tahu”. Setelah seluruh hadis dibacakan, Bukhari menjodohkan masing-masing matan dengan pasangan sanad yang benar. Dari situ pakar hadis Baghdad mengakui kekuatan daya ingat Bukhari.


Selama hidupnya Bukhari telah menghasilkan banyak karya. Di antaranya adalah: al-Jāmi’ al-Ṣahīh , al-Adab al-Mufrod, al-Tārīkh al-Kabīr, al-Tārīkh al-Awsaṭ, al-Tārīkh al-Ṣaghīr, Raf’u al-Yadayn fi al-Ṣalāh, al-Qirā`ah Kholf al-Imām, Khalq Af’āl al-Ibād dan al-Ḍu’afā`.


Bukhari meninggal pada malam Idul Fitri, Sabtu, tahun 256 H bertepatan dengan 2 Spetember 870 M di Khartank, suatu desa di Samarkand. Jasadnya dikebumikan siang harinya selepas Dhuhur di desa tersebut.


B. al-Jāmi’ Al-Ṣahīh


Karya Bukhari paling populer dan mendapat banyak perhatian dari pakar hadis adalah apa yang dikenal dengan nama Sahīh al-Bukhāry. Ada dua versi tentang judul kitab ini, yaitu  :




  1. الجامع المسند الصَّحيح المختصر من أمور رسول الله - صلى الله عليه وسلم - وسُنَنه وأيَّامه

  2. الجامع الصَّحيح المسند من حديث رسولِ الله - صلى الله عليه وسلم - وسُنَنه وأيَّامه


Versi pertama disampaikan Ibnu Sholah dalam Muqaddimāt Ibn al-Ṣalāh[6] dan Nawawi dalam Tahẓīb al-Asmā`[7]. Versi kedua disebutkan Ibnu Hajar dalam Hady al-Sāry[8]. Ibnu Hajar menyingkatnya dengan al-Jāmi’ al-Ṣahīh. Mengikuti penyingkatan Ibnu Hajar, dalam makalah ini juga digunakan nama al-Jāmi’ al-Ṣahīh untuk menunjuk kitab yang dikenal dengan nama Sahīh al-Bukhāry.


al-Jāmi’ al-Ṣahīh merupakan koleksi hadis sahih yang dipilih Bukhari di antara 600.000 (enam ratus ribu) hadis yang dihafalnya. Menurut Ibnu Hajar, hadis yang terdapat di dalam al-Jāmi’ al-Ṣahīh berjumlah 9.082 (sembilan ribu delapan puluh dua), termasuk hadis yang diulang-ulang dan tidak termasuk hadis mauqūf [9] dan maqṭū’.[10] Setiap kali memasukkan satu hadis ke dalam kitabnya, demikian pula ketika memasukkan judul bab, Bukhari selalu mengawalinya dengan salat dua rakaat.


Menurut pengakuan pengarangnya, al-Jāmi’ al-Ṣahīh ditulis dalam waktu 16 tahun. Seusai penulisan, al-Jāmi’ al-Ṣahīh diperlihatkan kepada Yahya ibnu Ma’īn (meninggal tahun 233), Ali bin al-Madyny (meninggal tahun 235) dan Ahmad bin Hanbal (meninggal tahun 241). Ketiganya memberikan testimoni atas kesahihan kitab tersebut[11]. Peristiwa ini memberikan petunjuk bahwa al-Jāmi’ al-Ṣahīh selesai ditulis paling lambat tahun 233, yaitu tahun meninggalnya Yahya ibnu Ma’in. Pada tahun tersebut Bukhari berusia 39 tahun. Jika penulisan al-Jāmi’ al-Ṣahīh memakan waktu 16 tahun, berarti penulisan al-Jāmi’ al-Ṣahīh selambat-lambatnya dimulai ketika Bukhari berusia 23 tahun dan selesai pada usia 39 tahun.


C. Perawi dan Naskah al-Jāmi’ al-Ṣahīh


Sekurang-kurangnya ada waktu 23 tahun terhitung sejak selesainya penulisan al-Jāmi’ al-Ṣahīh  hingga meninggalnya Bukhari. Karena itu, bukan hal mustahil jika Muhammad bin Yusuf al-Firabry mengatakan bahwa orang yang meriwayatkan al-Jāmi’ al-Ṣahīh, baik seluruh atau sebagian saja, langsung dari Bukhari berjumlah 90.000 (sembilan puluh ribu) orang[12]. Dari 90.000 orang, hanya 4 orang yang riwayatnya sampai kepada generasi berikutnya, yaitu Muhammad bin Yusuf al-Firabry, Ibrahim bin Ma’qil al-Nasafy dan Hammād bin Syākir al-Nasawy, Abu Thalhah Mansur bin Muhammad al-Bazdawi[13].


al-Jāmi’ al-Ṣahīh tidak hanya diriwayatkan secara verbal, tetapi juga secara literal dalam bentuk naskah. Al-Mustamly, murid al-Firabry, mengatakan, “aku menyalin kitab al-Bukhari dari aslinya yang berada di tangan Muhammad bin Yusuf al-Firabry”[14]. Di samping naskah al-Mustamly ada pula naskah-naskah lain, seperti naskah Abu Ali bin Shabbuwayh, Abu Dharr, al-Ṣaghany, al-Yuniny, ibnu ‘Asākir, al-Aṣīli, al-Buqā’iy dan al-Ṣadafy.


Berikut silsilah naskah al-Jāmi’ al-Ṣahīh:

-          Abu Dharr

  • → al-Mustamly → Al-Firabry

  • → al-Sarakhsi → al-Firabry

  • → al-Kushmihany → al-Firabry


-          Al-Aṣīly

  • → Abu Zaid al-Marwazy → al-Firabry

  • → al-Jurjany → al-Firabry


-          Ibnu ‘Asākir

  • → Abu Ali bin Shabbuwayh → al-Firabry

  • → al-Kushmihany → al-Firabry


-          Al-Sam’āny

  • → Abu al-Waqt → al-Dawudy → al-Sarakhsi → al-Firabry

  • → Karīmah → al-Kushmihany à al-Firabry


-          Ibnu al-Khaṭī’ah → Ibnu Manṣūr al-Ḥaḍramy → Abu al-Qāsim à Abu Dharr

-          Al-Ṣaghany → Abu al-Waqt → al-Dawudy → al-Sarakhsi → al-Firabry

-          Al-Ṣadafy → al-Bājy → Abu Dharr

-          Al-Yuniny

  • → Ibnu Asākir

  • → Al-Sam’āny

  • → Al-Aṣīly

  • → Ibnu al-Khaṭī’ah


Versi cetak al-Jāmi’ al-Ṣahīh umumnya merujuk naskah al-Yuniny atau al-Ṣadafy.

D. Perbedaan Antar Riwayat al-Jāmi’ al-Ṣahīh

Masing-masing perawi dan naskah al-Jāmi’ al-Ṣahīh memiliki versinya sendiri yang berbeda dari perawi atau naskah lain. Perbedaan-perbedaan itu dapat dikelompokkkan dalam hal-hal berikut:


Pertama, perbedaan nama di dalam sanad. Contoh:


أَخْبَرَنَا مُحَمَّدٌ هُوَ ابْنُ سَلاَمٍ، حَدَّثَنَا المُحَارِبِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا صَالِحُ بْنُ حَيَّانَ، قَالَ: قَالَ عَامِرٌ الشَّعْبِيُّ: حَدَّثَنِي أَبُو بُرْدَةَ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " ثَلاَثَةٌ لَهُمْ أَجْرَانِ...  الحديث


Ibnu Hajar mengomentari sanad di atas dengan mangatakan bahwa versi Abu Dharr adalah مُحَمَّدٌ بْنُ سَلاَمٍ tanpa kata هُوَ. Versi Karimah مُحَمَّدٌ هُوَ ابْنُ سَلاَمٍ dengan menyertakan هُوَ. Versi al-Aṣīly hanya مُحَمَّدٌ tanpa menyebutkan nama orang tuanya[15].


Kedua, perbedaan kata dalam matan. Contoh: dalam kisah pembangunan masjid Quba` disebutkan :


… فَقَالَ أَنَسٌ: فَكَانَ فِيهِ مَا أَقُولُ لَكُمْ قُبُورُ المُشْرِكِينَ، وَفِيهِ خَرِبٌ وَفِيهِ نَخْلٌ ... الحديث


Versi yang digunakan Ibnu Hajar adalah خَرِبٌ, sedangkan versi al-Kushmihany adalah [16]حَرْثٌ.


Ketiga, perbedaan jenis riwayat. Contoh:


أَخْبَرَنَا مُحَمَّدٌ هُوَ ابْنُ سَلاَمٍ، حَدَّثَنَا المُحَارِبِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا صَالِحُ بْنُ حَيَّانَ، قَالَ: قَالَ عَامِرٌ الشَّعْبِيُّ: حَدَّثَنِي أَبُو بُرْدَةَ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " ثَلاَثَةٌ لَهُمْ أَجْرَانِ...  الحديث


Naskah yang dipakai Ibnu Hajar adalah أَخْبَرَنَا sedangkan versi Karimah adalah حَدَّثَنَا[17] .


Keempat, perbedaan judul bab. Contoh: dalam Bab Pertanyaan Jibril Tentang Iman, Naskah Karimah dan Abu al-Waqt tertulis بَاب tanpa ada judul dibelakangnya. Sedangkan versi Abu dharr dan al-Aṣīly kata بَاب tidak ada, sehingga hadis yang sebelum dan sesudahnya tidak dipisahkan oleh bab baru[18].


Kelima, perbedaan tambahan redaksi. Contoh: dalam hadis yang membicarakan hukum berjalan di depan orang yang salat disebutkan:


لَوْ يَعْلَمُ المَارُّ بَيْنَ يَدَيِ المُصَلِّي مَاذَا عَلَيْهِ ...


Versi al-Kushmihany ada tambahan مِنَ الْإِثْمِ setelah مَاذَا عَلَيْهِ. Versi lain tidak menyebutkan tambahan tersebut[19].


E. Sistematika Pembahasan al-Jāmi’ al-Ṣahīh


al-Jāmi’ al-Ṣahīh bukan sekedar kitab hadis, tetapi juga kitab fikih. Bab-babnya mengindikasikan adanya kajian fikih di dalam al-Jāmi’ al-Ṣahīh. Oleh karena itu, tidak jarang Bukhari membagi satu matan yang utuh ke dalam beberapa bagian sesuai kandungan fikihnya. Judul bab al-Jāmi’ al-Ṣahīh kadang juga mengimplikasikan pendapat fikih Bukhari.


Bab-bab dalam al-Jāmi’ al-Ṣahīh disusun sesuai urutan kajian fikih. Satu bab kadang berisi banyak hadis atau hanya satu hadis. Bahkan banyak bab yang tidak berisi hadis musnad sama sekali, melainkan hanya berisi ayat atau hadis mu’allaq. Hal itu dilakukan Bukhari karena hadis yang berhubungan dengan bab dimaksud sudah umum diketahui atau baru saja disebutkan dalam bab sebelumnya atau karena tidak ada hadis sahih yang sesuai dengan kriteria Bukhari.


Hadis yang dijadikan judul bab dapat dikelompokkan menjadi tiga. Pertama, hadis sesuai dengan judul bab meskipun tidak secara eksplisit dan sesuai dengan kriteria Bukhari. Dalam hal ini Bukhari menuturkannya dengan tahdīs atau ‘an’anah. Kedua, hadis tidak sesuai dengan kriteria Bukhari, tetapi layak dijadikan dalil. Dalam hal ini Bukhari  menuturkannya secara mu’allaq. Ketiga, hadis tidak sesuai kriteria Bukhari dan tidak pula menurut ahli hadis lain, tetapi lebih diutamakan di atas qiyas. Dalam hal ini Bukhari hanya memasukkan ayat al-Qur’an yang mendukung judul bab, tanpa menyebutkan satu hadispun.


Tidak seperti Muslim, Bukhari lebih sering mengulang penuturan satu matan di beberapa tempat. Tetapi jarang sekali matan yang sama dengan sanad yang sama dituturkan di beberapa tempat. Menurut penafsiran Ibnu Hajar, pengulangan tersebut memiliki maksud-maksud sebagai berikut:




  1. Satu matan disebutkan dengan sanad berbeda agar diketahui bahwa hadis tersebut tidak masuk dalam kategori gharīb

  2. Penuturan dua sanad yang berbeda, mursāl dan muttaṣil, agar diketahui bahwa sesungguhnya hadis tersebut menurut Bukhari muttaṣil.

  3. Menunjukkan beragamnya jalur riwayat


Contoh hadis yang diulang-ulang adalah:


إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا، أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا، فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ[20]


Hadis ini dituturkan dalam enam bab yang berbeda dan dengan sanad yang berbeda pula. Semua sanad berujung kepada  Yahya bin Said dari Muhammad bin Ibrahim dari ‘Alqamah bin waqqāṣ dari Umar bin Khattab.


F. Kriteria Sahih Al-Jāmi’ al-Ṣahīh


Mayoritas mutlak ulama berpendapat bahwa kitab tersahih setelah al-Qur’an adalah Al-Jāmi’ al-Ṣahīh. Hal itu tidak terlepas dari kriteria yang diterapkan Bukhari dalam melakukan kritik sanad. Di antara penulis buku hadis, Bukhari dikenal paling ketat dalam menetapkan kelayakan seorang perawi. Bukhari hanya akan memasukkan hadis yang seluruh mata rantai perawinya disepakati sebagai perawai kredibel dan tidak ada satu mata rantaipun yang terputus.

Secara lebih terperinci Bukhari menetapkan syarat perawi sebagai berikut: muslim, jujur, tidak melakukan tadlĪs, berintegritas, memiliki daya ingat yang kuat dan berakidah dengan benar. Bukhari juga mempetimbangkan kemampuan seorang perawi dalam menilai gurunya. Misalnya, murid-murid al-Zuhry dikelompokkan dalam lima tingkatan. Riwayat murid-murid tingkat pertama dinilai sebagai yang paling sahih. Riwayat murid-murid tingkat kedua tidak sesahih tingkat pertama, karena tingkat interaksinya dengan al-Zuhry lebih rendah. Dalam hal ini Bukhari menetapkan murid-murid tingkat pertama sebagai pijakan utama dalam meriwayatkan hadis dari al-Zuhry. Hanya beberapa nama dari tingkat kedua yang dianggap kuat oleh Bukhari dijadikan pijakan dalam meriwayatkan hadis dari al-Zuhry. Hal ini berbeda dengan Muslim yang cukup dengan menjadikan tingkatan kedua sebagai kriteria minimal.

Bukhari juga menetapkan syarat bahwa riwayat ‘an’anah dapat diterima ssepanjang perawi diketahui pernah bertemu dengan mata rantai diatasnya. Berbeda dengan Bukhari, Muslim hanya menyaratkan, perawi diketahui pernah semasa dengan mata rantai di atasnya meskipun tidak diketahui, apakah mereka pernah bertemu atau tidak.

Dengan berbagai kriteria ketat inilah Al-Jāmi’ al-Ṣahīh diterima ulama sebagai kitab tersahih setelah al-Qur’an.

G. Hadis-Hadis Mu’allaq dalam al-Jāmi’ al-Ṣahīh

Salah satu sisi yang banyak mendapat kritik adalah banyaknya hadis mu’allaq dalam Al-Jāmi’ al-Ṣahīh. Hadis mu’allaq adalah hadis yang terputus mata rantainya di awal sanad, baik satu mata rantai atau lebih[21]. Hukum mu’allaq adalah dha’if. Dalam al-Jāmi’ al-Ṣahīh tidak ada hadis inti yang dituturkan secara mu’allaq. Bukhari memasukkan mu’allaq sebagai penguat sanad atau sebagai petunjuk adanya dalil dalam suatu hukum yang diletakkan dalam judul bab. Oleh karena itu al-Dāruquṭny yang melakukan kritik atas beberapa hadis Bukhari tidak memasukkan mu’allaq-mu’allaq dalam al-Jāmi’ al-Ṣahīh sebagai sasaran kritiknya[22].

Dalam al-Jāmi’ al-Ṣahīh terdapat 1341 (seribu tiga ratus empat pulus satu) hadis mu’allaq. Semuanya disebutkan secara mawsūl di dalam sanad lain di kitab tersebut, kecuali 163 hadis[23]. Dengan demikian mu’allaq dalam al-Jāmi’ al-Ṣahīh  ada yang dituturkan di tempat lain secara mawsūl dan ada yang hanya disebutkan secara mu’allaq. Hadis yang hanya disebutkan secara mu’allaq dibagi lagi menjadi dua, yaitu mu’allaq yang dituturkan dengan kata yang mengimplikasikan bahwa hadis tersebut sahih dan mu’allaq yang dituturkan dengan kata yang berimplikasi dhaif[24].

Untuk memahami alasan Bukhari menyebutkan hadis mu’allaq dalam al-Jāmi’ al-Ṣahīh perlu dipahami metodologi Bukhari berikut ini. Sedapat mungkin Bukhari menghindari pengulangan suatu hadis, kecuali ada maksud tertentu. Jika suatu matan mengandung beberapa hukum, maka akan diulang di beberapa tempat sesuai bab yang ada dan dengan sanad yang berbeda. Jika dapat dipenggal, maka sebagian matan dimasukkan ke dalam bab yang sesuai dan sisanya masuk ke dalam bab lain. Jika satu matan hanya memiliki satu sanad dan perlu ditampilkan lebih dari sekali di bab yang berbeda, maka matan atau sanad diringkas. Dalam kasus sanad diringkas Bukhari melakukannya dengan membuat sanad yang mu’allaq. Itulah salah satu alasan, mengapa terjadi ta’līq dalam al-Jāmi’ al-Ṣahīh.

Penuturan Mu’allaq dengan kata yang berimplikasi sahih dapat dipahami sebagai berikut. Bukhari meyakini bahwa hadis ini sahih dan sesuai kriteria sahih yang diterapkannya , tetapi ia tidak mendengar langsung atau sudah ada hadis lain yang sesuai maksud hadis mu’allaq tersebut. Karena itu, Bukhari cukup menampilkannya secara mu’allaq. Dapat pula mu’allaq tersebut tidak sesuai dengan kriteria sahih yang diterapkan Bukhari, meskipun menurut penilaian ahli  hadis lain bernilai sahih atau hasan. Sebagian mu’allaq kategori ini bernilai dhoif karena keterputusan sanad.

Mu’allaq yang dituturkan dengan implikasi dhaif umumnya tidak sesuai dengan kriteria sahih Bukhari. Karena itu dituturkan dengan kata yang berimplikasi dhaif. Sebagian sangat kecil yang sesuai dengan kriteria sahih Bukhari juga dituturkan dengan implikasi dhaif. Sebab, Bukhari meriwayatkannya tidak secara letter lux.

Berikut contoh mu’allaq dalam al-Jāmi’ al-Ṣahīh [25]:

  1. Berimplikasi sahih dan dituturkan sebagai penguat sanad


حَدَّثَنَا عَيَّاشٌ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الأَعْلَى، قَالَ: حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ، عَنْ نَافِعٍ، أَنَّ ابْنَ عُمَرَ، كَانَ " إِذَا دَخَلَ فِي الصَّلاَةِ كَبَّرَ وَرَفَعَ يَدَيْهِ، وَإِذَا رَكَعَ رَفَعَ يَدَيْهِ، وَإِذَا قَالَ: سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، رَفَعَ يَدَيْهِ، وَإِذَا قَامَ مِنَ الرَّكْعَتَيْنِ رَفَعَ يَدَيْهِ "، وَرَفَعَ ذَلِكَ ابْنُ عُمَرَ إِلَى نَبِيِّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَوَاهُ حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ أَيُّوبَ، عَنْ نَافِعٍ، عَنْ ابْنِ عُمَرَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ… [26]




  1. Berimplikasi sahih dan sudah ada hadis lain yang sama dalam bab tersebut


وَقَالَ إِبْرَاهِيمُ بْنُ طَهْمَانَ عَنِ الحُسَيْنِ المُعَلِّمِ، عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: «كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْمَعُ بَيْنَ صَلاَةِ الظُّهْرِ وَالعَصْرِ، إِذَا كَانَ عَلَى ظَهْرِ سَيْرٍ وَيَجْمَعُ بَيْنَ المَغْرِبِ وَالعِشَاءِ»[27]


Sebelumnya sudah ada hadis yang sama, yaitu:

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، قَالَ: سَمِعْتُ الزُّهْرِيَّ، عَنْ سَالِمٍ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: «كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْمَعُ بَيْنَ المَغْرِبِ وَالعِشَاءِ إِذَا جَدَّ بِهِ السَّيْرُ»




  1. Berimplikasi sahih, diletakkan di dalam judul bab dan dituturkan secara mawsūl dalam hadis berikutnya.


بَابُ قَوْلِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «بُنِيَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ»[28]


Setelah judul bab yang panjang Bukhari meriwayatkan matan yang sama secara mawsūl

حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُوسَى، قَالَ: أَخْبَرَنَا حَنْظَلَةُ بْنُ أَبِي سُفْيَانَ، عَنْ عِكْرِمَةَ بْنِ خَالِدٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ " بُنِيَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ، وَالحَجِّ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ "[29]




  1. Berimplikasi dhaif


بَابُ الرُّقَى بِفَاتِحَةِ الكِتَابِ وَيُذْكَرُ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ[30]


H. Kritik Ulama Terhadap Al-Jāmi’ al-Ṣahīh

Sehebat apapun manusia, ia tidak akan pernah terlepas dari kritik orang lain. Demikian pula yang terjadi pada Bukhari. Al-Dāruqutny menyebutkan bahwa di dalam Al-Jāmi’ al-Ṣahīh  terdapat beberapa hadis inti yang dhaif. Ibnu Hajar mencatat ada 110 hadis yang menjadi sasaran kritik ulama.

Contoh hadis yang menjadi sasaran kritik adalah:

حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، قَالَ: - لَيْسَ أَبُو عُبَيْدَةَ ذَكَرَهُ - وَلَكِنْ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ الأَسْوَدِ، عَنْ أَبِيهِ، أَنَّهُ سَمِعَ عَبْدَ اللَّهِ يَقُولُ: «أَتَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الغَائِطَ فَأَمَرَنِي أَنْ آتِيَهُ بِثَلاَثَةِ أَحْجَارٍ، فَوَجَدْتُ حَجَرَيْنِ، وَالتَمَسْتُ الثَّالِثَ فَلَمْ أَجِدْهُ، فَأَخَذْتُ رَوْثَةً فَأَتَيْتُهُ بِهَا، فَأَخَذَ الحَجَرَيْنِ وَأَلْقَى الرَّوْثَةَ» وَقَالَ: «هَذَا رِكْسٌ» وَقَالَ إِبْرَاهِيمُ بْنُ يُوسُفَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ[31]


Pertama-tama al-Dāruqutny menyebutkan lebih dari 50 jalur sanad yang melaui Abu Ishaq al-Sabī’iy. 50 jalur tersebut mengindikasikan perbedaan yang sangat tajam tentang, siapakah mata rantai di atas Ishaq? Berikut beberap versi mata rantai di atas Ishaq:

  1. Abdurrahman bin al-Aswad à al-Aswad à Ibnu Mas’ud

  2. Abdurrahman bin Yazid à al-Aswad à Ibnu Mas’ud

  3. Abu Ubaidah à Ibnu Mas’ud

  4. Alqamah à Ibnu Mas’ud


Al-dāruqutny menyebut sanad Abu Ishaq sebagai muḍṭarib dan karenanya hadis ini dinilai dhaif.

Tirmidhi juga memiliki penilaian yang sama bahwa sanad Ishaq muḍṭarib. Tirmidzi menanyakan hal ini kepada al-Dārimy tanpa ada jawaban. Demikian pula ketika hal tersebut ditanyakan kepada Bukhari juga berakhir tanpa jawaban. Tirmidhi menduga bahwa pilihan Bukhari yang memilih jalur Zuhair adalah pilihan dengan kelemahan minimal. Tirmidhi sendiri menilai bahwa jalur tersahih adalah jalur Isra’il yang didukung jalur Qais bin Rabī`. Namun jalur Israil terputus, sebab di atas Abu Ishaq adalah Abu Ubaidah dari Ibnu Mas’ud. Dan Abu Ubaidah tidak pernah meriwayatkan langsung dari Ibnu Mas’ud. Tetapi jalur Zuhair juga tanpa kelemahan. Sebab, pengambilan Zuhair dari Abu Ishaq terjadi setelah Abu Ishaq mengalami pikun.

Kelemahan lain terdapat dalam kalimat لَيْسَ أَبُو عُبَيْدَةَ ذَكَرَهُ - وَلَكِنْ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ الأَسْوَدِ . Dalam kalimat tersebut Abu Ishaq tidak secara tegas menyebutkan, apakah ia mendengar langsung dari Abdurrahman bin al-Aswad. Dan karenanya kalimat ini secara samar mengindikasikan terjadinya tadlīs.

III. Kesimpulan

Al-Jāmi’ al-Ṣahīh merupakan karya fenomenal di bidang hadis yang ditulis oleh seseorang dengan tingkat daya ingat sangat tinggi, yaitu Bukhari. Perjalan hidup yang didedikasikan untuk kemajuan ilmu hadis serta testimoni banyak ulama atas kekuatan daya ingatnya, membuatnya pantas menyandang gelar sebagai bapak revolusi hadis.


Bukhari menulis karyanya dalam waktu yang sangat panjang dan dengan tingkat kehati-hatian yang tinggi. Setiap hadis yang menjadi inti dari suatu bab disaring dengan penetapan kriteria yang sangat ketat. Karena itulah Al-Jāmi’ al-Ṣahīh diterima ulama sebagai kitab tersahih setelah al-Qur’an.


Kebesaran nama Bukhari mendorong banyak orang untuk belajar darinya. Tercatat lebih dari 90.000 orang pernah mendengar pembacaan Al-Jāmi’ al-Ṣahīh langsung dari Bukhari. Dari sekian banyak pendengar hanya ada empat nama yang riwayatnya sampai ke generasi selanjutnya. Dari empat nama inilah tersebar Al-Jāmi’ al-Ṣahīh dengan berbagai versinya.


Meskipun Bukhari berkomitmen untuk hanya memasukkan hadis sahih dalam kitabnya, namun banyak ditemukan hadis mu’allaq dalam kitab tersebut. Tetapi keberadaan hadis mu’allaq dalam Al-Jāmi’ al-Ṣahīh tidak menafikan kesahihannya secara umum. Sebab mu’allaq yang terdapat dalam Al-Jāmi’ al-Ṣahīh hanya dijadikan sebagai judul bab, atau sebagai pendukung sanad. Di samping itu mu’allaq dalam  Al-Jāmi’ al-Ṣahīh kebanyakan disebut di tempat lain atau oleh ulama lain dengan sanad yang sahih.


Sebagai karya manusia, Al-Jāmi’ al-Ṣahīh  juga mendapat kritik dari ulama lain. Kritik tersebut terkait dengan adanya hadis yang dinilai dhaif.©2013


Daftar Pustaka

al-Asqalany, Ibnu Hajar, Hadyu al-Sāry, Beirut: Dār al-Ma’rifah, 1379 H.

________Fath al-Bāry Sharh ahīh al-Bukhāry , Beirut: Dār al-Ma’rifah, 1379 H.

________ Taghlīq al-Ta’līq, Beirut: Dār ‘Ammār, 1405 H.

al-Bukhary, Muhammad bin Ismail, Al-Jāmi’ al-ahīh , Beirut: Dār Tawq al-Najāh, 1422

al-Dhahaby, Syamsuddin, siyar `a’lām al-Nubalā`, Cairo: al-Risālah, 1985

al-Subky, Tajuddin, abaqāt al-Shāfi’iyyah al-Kubra, Cairo: Hajr, 1993

Ibnu Khalkān,Syamsuddin,Wafayāt al- A’yān, Beirut: Dār Shādir, 1900

Ibnu Sholah, Uthman bin Abdurrahman, Muqaddimāt Ibn al-alāh, Beirut: Dār al-Fikr, 1986

al-Nawawy, Abu Zakaria Muhyiddin bin Sharof, Tahẓīb al-Asmā` wa al-Lughāt, Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, tt.






[1] Biografi Bukhari dirangkum dari Syamsuddin al-dhahaby, siyar `a’lām al-Nubalā`, (Cairo: al-Risālah, 1985) dan Tajuddin al-Subky, Ṭabaqāt al-Shāfi’iyyah al-Kubra, (Cairo: Hajr, 1993)




[2] Hubungan patronase terjadi pada orang non Arab yang masuk Islam dengan orang Arab yang mengislamkannya. Non Arab disebut client atau mawla dan si Arab disebut patron atau wāly. Dalam hubungan tersebut client dan keturunannya berhak menggunakan nama keluarga si patron.




[3]Lihat Syamsuddin Ibnu Khalkān,Wafayāt al- A’yān, (Beirut: Dār Shādir, 1900), 4:190.  Ibnu Khalkan menyebutkan bahwa Bukhari lahir pada malam Jum’at, 13 Syawwal dan ada yang mengatakan 12 Syawwal. Berdasarkan konversi dengan menggunakan aplikasi Tsaqib, hari Jumat jatuh pada tanggal 12 Syawwal bertepatan dengan 19 Juli.




[4] Tiga nama terakhir dikutip dari Ibnu Hajar al-Asqalany, Hadyu al-Sāry, (Beirut: Dār al-Ma’rifah, 1379 H.), 479.




[5] Ibid.




[6] Uthman bin Abdurrahman Ibnu Sholah, Muqaddimāt Ibn al-Ṣalāh,( Beirut: Dār al-Fikr, 1986), 26




[7] Abu Zakaria Muhyiddin bin Sharof al-Nawawy, Tahẓīb al-Asmā` wa al-Lughāt, (Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, tt), 1: 73.




[8] Ibnu Hajar al-Asqalany, Hady al-Sāry, 8.




[9] Hadis mawqūf disebut juga athar adalah riwayat tentang perbuatan atau perkataan sahabat dan tidak disandarkan pada Rasulullah Ṣalla Allah ‘Alayhi Wa Sallam. Hadis maqthū’ adalah riwayat tentang perbuatan atau perkataan tabi’in dan tidak disandarkan pada Rasulullah Ṣalla Allah ‘Alayhi Wa Sallam.




[10] Ibnu Hajar al-‘asqalāny, Hadyu al-Sāry, 469




[11] Ibid, 489.




[12] al-Dhahaby, Siyar `A’lām al-Nubala`, 12:398




[13] Ibnu Hajar, Hadyu al-Sāry, 491.




[14] Ibid, 8.




[15] Ibnu Hajar, Fath al-Bāry Sharh Ṣahīh al-Bukhāry ,(Beirut: Dār al-Ma’rifah, 1379) 1:190




[16] Ibid, 1:526.




[17] Ibid, 1:190.




[18] Ibid, 1:125.




[19] Ibid, 1:585.




[20] Ibid, 1:6.




[21] Ibnu Sholah, Muqaddimāt Ibn al-Ṣalāh, 24.




[22] Ibnu Hajar, Hadyu al-Sāry, 346




[23] Ibid, 469




[24] Ibid, 17.




[25] Contoh dimabil dari Ibnu Hajar, Taghlīq al-Ta’līq, (Beirut: Dār ‘Ammār, 1405 H).




[26] Muhammad bin Ismail al-Bukhary, Al-Jāmi’ al-Ṣahīh , (Beirut: Dār Tawq al-Najāh, 1422), 1:148




[27] Ibid, 2:46




[28] Ibid, 1:10




[29] Ibid, 1:11.




[30] Ibid, 7:131.




[31] Ibid, 1: 43.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Artikel Terkini

PERKEMBANGAN LEMBAGA PERADILAN DARI MASA KENABIAN HINGGA DINASTI ABBASIYAH

Download versi pdf A. Pendahuluan Agama apapun tentu berisikan ajaran-ajaran tentang kebenaran dan petunjuk bagi penganutnya agar mendapatka...

Paling Sering Dibaca