Umumnya penilaian Barat tentang Islam didasarkan pada prasangka prasangka klise yang ditanamkan para pendahulunya. Penilaian semacam ini juga berlaku bagi para sarjana Barat yang menekuni dunia ketimuran (baca: orientalis). Kajian keislaman yang dilakukan para orientalis umumnya dilandasi apriori dan jauh dari watak ilmiah yang objektif. Hanya sebagian kecil dari mereka yang bersikap jujur dan obejktif dalam mengkaji ajaran Islam. Dan diantara yang sedikit itu ada pula yang kemudian meyakini dan memeluk agama Islam.
Leopold Weiss yang kemudian berganti nama Muhammad Asad adalah salah satu orientalis yang kemudian memeluk Islam. Petualangannya di negara negara Timur yang kemudian membawanya ke jalan Islam dituangkan dalam sebuah buku berjudul The Road To Mecca. Buku ini diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan judul Djalan Menuju Islam dan diterbitkan pada tahun 1971 oleh PT Almaarif.
Asad mengemas kisah petualangannya dalam sebuah cerita yang beralur mundur. Alur utamanya sendiri berupa kisah perjalanan Asad dari Qasr Athaymin di perbatasan Irak-Najd menuju oase kuno yang bernama Tayma. Kemudian karena suatu sebab Asad tidak melanjutkan perjalananya dan memilih untuk kembali ke Madinah. Dan dari Madinah alur utama diakhiri dengan perjalanan haji kelima Asad ke Makkah. Opini dan kisah petualangan Asad yang sebenarnya justru dikembangkan dari lamunan, renungan dan kenangan masa lalu yang berjalin-kelindan dengan alur utama.
Setiap peristiwa dan keadaan yang dilalui Asad selalu digambarkan secara detail, khas gaya bertutur novel. Sehingga, ketika misalnya Asad menceritakan perjalanannya ke Tayma pembaca akan merasa akrab dengan suasana padang pasir di Jazirah Arab yang tandus. Demikian pula ketika ia melukiskan sosok raja Ibnu Saud, pembaca akan dengan mudah membayangkannya. Bahkan jika buku ini dibaca dengan sabar, kata per kata, pembaca akan menyadari bahwa sebenarnya Asad tidak hanya mengisahkan petualangan pribadinya, tetapi juga melaporkan hasil penelitian antropologis Jazirah Arab. Dan dari laporan ini pembaca akan mendapatkan pengetahuan tentang kondisi geografis, sosial dan budaya bangsa Arab saat itu.
Bisa jadi buku ini terkesan membosankan dengan penyajian yang tidak siap santap. Sebab, upaya Asad yang ingin menyatukan kisah petualangan, opini, dan laporan antropologis dalam satu rangkaian cerita menjadikan buku ini bagai obrolan liar atau perpustakaan tanpa katalog. Sebagai novel alur ceritanya tidak mudah dipilah; sebagai laporan antropologis susunannya tidak sistematis; dan sebagai opini temanya tidak terfokus. Ditambah lagi bahasanya yang menggunakan ejaan lama dan susunan kalimatnya yang panjang panjang membuat pembaca pada awalnya seperti enggan menyentuh.
Memang, bagi saya daya tarik buku ini tidak terletak pada cara penyajian. Kisah seorang orientalis Barat yang kemudian masuk Islam, bagi saya lebih dari cukup untuk membangkitkan minat baca. Dan jika kisah itu dilengkapi dengan pandangan pandangan rasional khas Barat terhadap Islam dan tradisi Arab, maka melahap 454 halaman bukanlah hal sia sia. Itulah daya pikat The Road To Mecca.
***
versi bahasa inggris bisa didownload gratis disini dan versi Arab disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar